Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2012/09/cara-membuat-tab-menu-horizontal.html#ixzz2D99YaIu8 expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Translate

Senin, 11 Maret 2013

Strategi Perlawanan Yang Melebihi Mahatma Gandi di Blora

Sepanjang sejarahnya Blora terkenal dengan perlawanan rakyatnya terhadap penjajah Belanda. Sedikit tertulis di buku- buku sejarah. Kita catat perlawanan yang gagah berani dari seorang prajurit Naya Gimbal. Bermula dibawah pimpinan R.Tumenggung Aryo Sosrodilogo melakukan pemberontakan dari bulan Nopember 1827 sampai Maret 1828. Pemberontakan itu berhasil mendapatkan kemenangan - kemenangan besar bahkan berhasil mengepung kota Blora.

Tapi kemenangan ini tidak dikonsolidasi malah sang pemimpin meninggalkan Blora untuk menyatukan diri dengan pasukan induk, yaitu pasukan Diponegoro, yang akhirnya menyerah pada Belanda pada Oktober 1828.

Naya Gimbal (Naya Sentiko) kembali ke Blora dan mengobarkan perlawanan baru, diserangnya desa-desa di daerah Blora yang memihak pada Belanda.. Bupati pro Belanda R.M Tumenggung Tjokronegoro cemas dan mengirim pasukan dibawah pimpinan Pangeran Sumenep untuk menumpas Naya Gimbal.

Namun pihak Bupati tak sanggup mengalahkan pemberontakan dan minta bantuan pada tentara Belanda yang dikerahkan dari Semarang. Naya Gimbal tak bisa mengalahkan musuh yang persenjataannya lebih canggih pada waktu itu dan pahlawan Blora itu menyerah,. dihukum secara kejam, dipaku dalam tong lalu dilempar ke laut.

Pemberontakan melawan Belanda di Blora dengan metode tanpa kekerasan dilakukan oleh Samin Surosentiko. Caranya bukan menggunakan senjata tapi dengan pembangkangan sosial, misalnya menolak membayar pajak dan menolak wajib bekerja untuk kepentingan Belanda.

Ajaran Samin dalam melawan sistim kolonial Belanda adalah dengan jalan yang terkenal dinamakan “nggendeng”(menggila), yaitu dengan menggunakan logika yang berlainan aturan normal, mengintegrasikan ajaran spiritual dengan ajaran politik. Menurut laporan resmi dari pihak Belanda ajaran Samin yang berasal dari Desa Klopoduwur itu meluas sampai Bojonegoro, Tuban , Lamongan, Madiun, Jember, Banyuwangi, Purwodadi, Pati, Rembang, Kudus, Brebes, dan sekitarnya.

Pada tahun 1907 Samin diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Sayang tak lama setelah penobatan itu Samin ditangkap oleh bangsanya sendiri yang pro Belanda, yang menjabat Asisten Wedono Randublatung dan selanjutnya dibuang ke Sumatra Barat sampai meninggalnya di Padang pada 1914.

Jadi metode perjuangan pak Samin ini sebenarnya telah mendahului Mahatma Gandi. Gandi melakukan perlawanan tanpa kekerasan ini dengan konsep dan tujuan yang bersifat nasional,dalam perlawanannya pada pemerintah kolonial Inggris di India. Sedang perjuangan Samin masih bersifat primitif dalam pengertian perjuangan nasional.

Ada peristiwa-peristiwa perlawanan lain, misalnya peristiwa pembunuhan Wedono kecamatan Ngawen oleh rakyat, yang akhirnya mengakibatkan pimpinan-pimpinan Serikat Islam (SI) diamankan atau dibuang ke Digul karena dituduh sebagai biang keladinya..

Disepanjang sejarahnya Blora selalu kota yang bergolak dan banyak korban jiwa akibat pertentangan politik. Menurut sumber penelitian yang mendetil di Blora telah terjadi pembantaian massal antara 3000 dan 4500 orang pasca gagalnya peristiwa G30S tahun 1965 dulu itu,seperti yang ditulis dalam buku Dahlan Muhammadun: berjudul “Tanah Berdarah Di Bumi Merdeka”, Solo, 2004.Ribuan orang tewas ini sepertinya sebagai tumbal kota Blora.

teringat pada Jose Marti , pahlawan dan pembimbing intelektuil Rakyat Kuba dan Amerika Latin, yang berslogan : “Ser cultos para ser libres” (artinya, berpendidikanlah agar bisa membebaskan dirimu dari belenggu kebodohan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar